Cuti Kehamilan Selama 6 Bulan Dikhawatirkan Jadi Alasan Perusahaan Tolak Pekerja Perempuan

- 10 Juni 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi pekerja perempuan hamil
Ilustrasi pekerja perempuan hamil /Pixabay/shaila19

"Harus didukung lah, bagus kok UU-nya," kata dia. UU KIA mengatur sejumlah hal yang terkait dengan kesejahteraan ibu dan anak. Beberapa poinnya antara lain pada Pasal 4 ayat 3 memuat bahwa setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan:

Cuti melahirkan dengan ketentuan paling singkat tiga bulan pertama, dan paling lama tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Baca Juga: Tradisi Pengobatan Besale Suku Anak Dalam antara Hutan dan Kepercayaan

Kondisi khusus yang dimaksud meliputi ibu yang mengalami gangguan masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi pasca-persalinan atau keguguran. Atau anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan komplikasi.

Ibu yang sedang menggunakan haknya tersebut tidak boleh diberhentikan dan tetap memperoleh gaji serta jaminan sosial perusahaan. Penggajian itu merujuk Pasal 5 ayat 2 berupa upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan keempat dan 75% dari upah di bulan kelima dan keenam.

Selain itu, ibu pekerja diberikan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran. Ada pula tertera kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, mencanangkan rumah perlindungan pekerja perempuan (RP3) “Nawasena”, di kantor PT. Eagle Glove Indonesia, Kalasan, Sleman Rabu (15/8).
Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, mencanangkan rumah perlindungan pekerja perempuan (RP3) “Nawasena”, di kantor PT. Eagle Glove Indonesia, Kalasan, Sleman Rabu (15/8).

Lalu, waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya. Soal biaya, kata Diah Pitaloka, pendekatannya dibuat oleh dana dari pemerintah pusat atau pemda tergantung pada kapasitas anggarannya. "Tapi setidaknya kita membangun perspektif anggaran untuk kebutuhan itu yang selama ini tidak pernah ada," imbuhnya.

"Selama ini kan bicara anak retoris, buktinya kita enggak punya politik anggaran. UU ini mengondisikan bahwa pendekatannya serius dari perencanaan sampai politik anggaran. Bukan cuma pencitraan aja."

Namun demikian, jika ibu pekerja tersebut diberhentikan dari pekerjaannya ataupun tidak mendapatkan haknya, maka pemerintah pusat dan pemda harus memberikan bantuan hukum sesuatu dengan peraturan perundang-undangan. "Artinya dibantu memperjuangkan haknya," ucap Diah Pitaloka.

Halaman:

Editor: Revil Agustri Riangga

Sumber: BBC Indonesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah