Alasan-alasan Orang Barat Percaya Angka 13 Pembawa Nasib Buruk dan Ajaran Agama

- 24 Juni 2024, 20:40 WIB
 Ilustrasi angka 13 pada pintu dipercaya membawa kesialan.
Ilustrasi angka 13 pada pintu dipercaya membawa kesialan. /Pixabay/Arek Socha

JAMBIAN.ID - Sebagian besar orang barat membantah adanya takhayul, mitos dan sesuatu yang di luar logika. Namun mereka tak bisa menampik jika khawatir datangnya nasib buruk dari angka 13. Ketakutan tersebut berasal dari ajaran agama dan mitos dewa-dewa.

Hasil penelusuran tim BBC menemukan banyak bangunan gedung di Cardiff, Wales tidak memiliki lantai dengan nomor 13. Praktik tak masuk akal ini masih jamak dijumpai di Eropa pada zaman digital dan kemajuan teknologi.

Ada banyak gedung termasuk apartemen hingga hotel melewatkan angka 13 dalam urutan lantainya. Ada yang melabeli lantai 13 sebagai lantai 12A. Ada pula yang melompati angka 13, sehingga setelah lantai 12, langsung lantai 14. Selanjutnya rumah-rumah dengan angka nomor 13 biasanya lebih murah, bahkan pernah dilarang dibangun karena warga tidak menyukainya.

Baca Juga: Kisah Puput Asmarita, Guru Sekolah Besamo di dalam Kawasan Hutan Harapan

Survei di Inggris Raya yang melibatkan ribuan responden menghasilkan temuan penting yakni sekitar 14 persen orang meyakini angka 13 adalah angka sial, sementara 9 persen lainnya tidak mengetahui.

"Itu membuat saya penasaran ketika melihat angka 13 hilang," kata Sarah Thomas warga Cardiff dikutip dari BBC Indonesia, Senin 24 Juni 2024.

Ia menganggap angka 13 pembawa nasib buruk adalah takhayul. Namun setelah teramat banyak temannya yang mengabarkan jika banyak menemukan lantai gedung tidak memiliki nomor 13, Sarah pun goyah.

Sarah mengaku tak percaya takhayul, tetapi ada sejumlah kejadian yang membuatnya menjadi logis. Pasalnya orang yang mempercayai takhayul menghubungkan peristiwa tertentu dengan aktivitas sehari-hari.

Lantas dia mencontohkan beberapa bangunan paling terkenal di Inggris masih mempertahankan takhayul ini. Ketika Canary Wharf di London dibangun kembali dan menara One Canada Square didirikan pada tahun 1990, gedung itu tidak memiliki lantai 13. Praktik tersebut bertahan sampai saat ini.

Tidak hanya bangunan tersebut, tetapi ada 32 pod di London Eye. Tetapi, ada pod nomor 33. Itu karena tidak ada pod nomor 13. Lalu mengapa angka 13 dianggap sebagai angka sial? Salah satunya berkaitan dengan agama Kristen.

Baca Juga: Mitos Meludah Depan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam adalah Kearifan Merawat Perbedaan

Sebuah permulaan dari 13 orang yang hadir pada perjamuan terakhir Yesus Kristus, tepat sebelum dia dikhianati oleh Yudas Iskariot. Yudas Iskariot adalah orang ke-13 yang yang duduk di perjamuan.

Selanjutnya dalam mitologi Nordik. Loki, dewa yang licik, adalah tamu ke-13 dalam jamuan makan malam para dewa. Dalam kesempatan itu, Loki menipu salah satu putra Odin untuk membunuh yang lain.

Ketakutan akan nasib buruk pada tanggal 13 yang dikenal luas sebagai triskaidekaphobia, semakin menguat ketika digabungkan dengan hari Jumat karena itu adalah hari kematian Kristus.

Menurut pakar mitologi Universitas Cardiff, Juliette Wood karena kepercayaan semacam ini tergolong cukup modern dan bukan tradisi yang bertahan selama berabad-abad. "Ini bukan cerita rakyat dalam artian bukan tradisi lama. Ini tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa ada 13 orang pada perjamuan terakhir," paparnya.

Sebaliknya, dia meyakini bahwa ini adalah ciptaan media yang populer pada pergantuan abad ke-20. Ini telah menjadi semacam cerita rakyat modern yang digencarkan oleh media, seperti lewat film Friday the 13th.

Baca Juga:  Orang Rimba Kehilangan Musim Buah Pertahunan Agung karena Krisis Iklim

Pasalnya berdasarkan penelurusan pada era yang lebih lampau belum menghasilkan referensi mengenai 13 sebagai angka sial. Tetapi orang-orang kemudian mencocokkannya dengan cerita-cerita yang ada, mengacu pada contoh-contoh yang terkenal. “Itu masuk akal, terutama karena berkaitan dengan perjamuan terakhir, sehingga itu melekat,” jelas Wood.

Sementara itu, gagasan mengenai Loki kemungkinan besar masih baru. "Pemikiran mengenai mitologi Nordik sebagai semacam batu ujian bagi kebudayaan sebenarnya cukup baru," katanya.

Ini bermula dari ketertarikan yang muncul di Inggris pada abad ke-19 saat menemukan warisan Jermanik, dan para ahli di Inggris menerjemahkan mitos-mitos Nordik untuk pertama kalinya. ***

 

Editor: Suwandi Wendy

Sumber: BBC Indonesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah