Survei UNDP: 86 Persen Masyarakat Indonesia Berharap Pemerintah Serius Atasi Krisis Iklim

21 Juni 2024, 15:35 WIB
Nasywa Adivia Wardana saat menjadi pembicara di acara COP 28 Dubai untuk mengatasi krisis iklim dunia, Selasa (5/12/2023) /JAMBIAN.ID/Dok pribadi

JAMBIAN.ID - Survei yang dilakukan UNDP menghasilkan 86 persen masyarakat Indonesia berharap pemerintah serius mengatasi krisis iklim. Bahkan lebih separuh warganya mengalami kecemasan iklim, lantaran upaya-upaya mitigasi iklim, masih jauh panggang dari api.

Survei iklim melibatkan 75.000 orang dengan 87 bahasa dari 77 negara. Pelaksana survei yakni UNDP bekerja sama dengan University of Oxford dan Geopoll. Sebaran dari responden survei meresentasikan 87 persen dari populasi global.

"Masyarakat dunia ingin para pemimpin mereka mengesampingkan perbedaan dan bertindak sekarang untuk mengatasi krisis iklim," kata Administrator UNDP, Achim Steiner dalam rilis yang diterima Jambian.ID, Jumat 21 Juni 2024.

Baca Juga: Masyarakat Adat di Tahun Politik: Dalam Pusaran Hukum Refresif dan Dicengkeram Oligarki

Hasil survei ini, kata Achim mencakup wilayah yang sangat luas dan menyentuh penduduk yang beragam serta belum ada yang pernah melakukan. Artinya sebagian besar populasi global menginginkan perubahan kebijakan dari pemerintah, terkait upaya-upaya yang harus dilakukan agar tepat sasaran.

"Negara-negara menetapkan komitmen aksi iklim di bawah Perjanjian Paris. Perubahan iklim adalah permasalahan yang dialami semua negara di seluruh dunia. Jadi upaya yang harus dilakukan harus berkelanjutan," kata Achim.

Kecemasan Iklim

Para responden sekitar 72 persen menuntut transisi energi dengan cepat dan segera meninggalkan energi kotor atau bahan bakar dari fosil. Artinya pensiun PLTU dan penggunaan kendaraan listrik harus terealisasi, setidaknya sesuai target yang telah dibuat.

Masyarakat di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka memikirkan tentang perubahan iklim. Secara global, 56 persen mengatakan mereka memikirkan perubahan iklim secara reguler, yaitu setiap hari atau setiap minggu, termasuk sekitar 63 persen masyarakat di negara-negara kurang berkembang.

Dibandingkan tahun lalu, lebih dari separuh (53 persen) masyarakat di seluruh dunia mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim. Angka yang lebih tinggi terlihat untuk negara-negara kurang berkembang (59 persen). Rata-rata di sembilan negara berkembang pulau kecil yang disurvei, sebanyak 71 persen mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim dibandingkan tahun lalu.

Baca Juga: Kabar Gembira, Luas Hutan Bertambah Berkat Perhutanan Sosial Dampingan Warsi

Sementara itu, Profesor Stephen Fisher dari Departemen Sosiologi, University of Oxford, mengatakan survei menerapkan data ilmiah yang mengumpulkan opini publik terkait krisis iklim. Metode ketat digunakan dan tidak mengabaikan kelompok minoritas di bagian negara termiskin di dunia. "Ini adalah beberapa data global berkualitas tinggi yang tersedia tentang opini publik terkait perubahan iklim," kata Fisher.

Direktur Global Perubahan Iklim UNDP, Cassie Flynn menuturkan para pemimpin dunia memutuskan komitmen tahap berikutnya di bawah Perjanjian Paris pada tahun 2025, hasil ini adalah bukti yang tidak dapat disangkal bahwa masyarakat di manapun mendukung aksi iklim yang berani.

"Dua tahun ke depan adalah salah satu peluang terbaik yang kita miliki sebagai komunitas internasional untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C. Kami siap mendukung para pembuat kebijakan untuk meningkatkan penyusunan rencana aksi iklim melalui inisiatif Climate Promise UNDP," tutupnya. ***

Editor: Suwandi Wendy

Tags

Terkini

Terpopuler