JAMBIAN.ID - Masyarakat beserta perangkat nagari Kayutanam- Padang Pariaman melaksanakan Goro Baro di sekitar lapangan voli dan stasiun Kayutanam pada Jumat, 24 November 2023. Kegiatan ini diadakan dalam rangka menyambut perayaan Galanggang Arang #7 stasiun Kayutanam pada tanggal 27-29 November 2023 mendatang.
“Goro Baro adalah istilah untuk kerja bakti membersihkan Stasiun Kayutanam. Baro berasal dari bahasa Minang berarti bara. Kata baro mengembalikan ingatan masa dulu di mana stasiun ini disinggahi kereta api Mak Itam yang mengangkut batubara dari Ombilin Sawahlunto,” ujar Mahatma Muhamad, kurator Galanggang Arang. (24/11)
Stasiun yang berdiri sejak abad ke 19 ini dulunya memiliki delapan jalur kereta api aktif. Jalur 2 merupakan sepur lurus sedangkan jalur 7 dan 8 sebagai sepur badug untuk menyimpan gerbong batubara.
Sekitar tahun 1990-an, stasiun Kayutanam sempat berhenti beroperasi. Lalu di tahun 2018, stasiun yang merupakan cagar budaya ini beroperasi kembali dan melayani satu kereta yaitu KA Lembah Anai dengan rute Kayutanam- Duku- Bandara Internasional Minangkabau.
6 Juli 2019 WTBOS ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia. Hal itu karena kawasan ini memiliki sejarah dan ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi peradaban dunia.
“Stasiun Kayutanam Kabupaten Padang Pariaman berada di Zona B WTBOS. Zona ini merupakan rangkaian jalur kereta api penghubung kota Sawahlunto dan pelabuhan Emmahaven, yang sekarang bernama Teluk Bayur. Jalur tersebut juga melewati beberapa kabupaten kota lainnya seperti Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang,” lanjut Mahatma.
WTBOS terbagi dalam tiga zona utama. Dua zona lainnya seperti zona A meliputi kawasan industri tambang batubara Kota Sawahlunto dan Zona C meliputi kawasan penampungan batubara (Silo Gunung) di pelabuhan Teluk Bayur.
Harmen Sandri, SH, wali nagari Kayutanam menyebutkan bahwa gotong royong telah menjadi budaya yang mendarah daging di masyarakat Minang. Pepatah Minang menyebutkan barek samo dipikua, ringan sama dijinjing. Kebiasaan ini yang terus dipertahankan oleh masyarakat adat Minangkabau.