JAMBIAN.ID – Koalisi Cek Fakta yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Antifitnah Indonesia (MAFINDO), dan 16 media yang tergabung dalam koalisi menggelar “live fact checking” debat pilpres ke-5. Debat yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) itu menjadi debat pilpres pemungkas sebelum rakyat Indonesia memberikan suaranya pada 14 Februari 2024.
Tujuh (7) ahli dari berbagai bidang dihadirkan sesuai dengan tema debat, yakni; Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi.
“Live Fact Checking” yang digelar atas dukungan Google News Initiative ini merupakan bagian dari upaya koalisi untuk memeriksa klaim para kandidat agar publik mendapatkan informasi sesuai data yang akurat.
Baca Juga: 10 Alasan Mengapa Film Agak Laen Viral dan Tembus 700 Ribu Penonton dalam 3 Hari
Menurut Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, esensi dari pelaksanaan “live fact checking” di 5 sesi debat pilpres adalah untuk memastikan publik mendapatkan informasi terpercaya untuk membuat keputusan politik di bilik suara,
”Harapannya pemilu berjalan jujur, adil dan berjalan tanpa kecurangan dan sepenuhnya untuk mewujudkan amanat rakyat”, Wahyu dalam siaran pers yang diterima Jambian.ID, Minggu (4/2/2024).
Ia mengatakan proses cek fakta yang dilakukan oleh AJI, AMSI, MAFINDO, dan media yang tergabung dalam koalisi bertujuan untuk menciptakan pemilu yang kredibel dan berintegritas.
Menurut Sekjen AJI, Ika Ningtyas, inisiatif cek fakta telah mendapat respons positif publik dan telah menjadi rujukan untuk memeriksa pernyataan/klaim para kandidat, ”Hal itu terbukti dari artikel cek fakta di berbagai media yang mendapat kunjungan pembaca yang tinggi. Bahkan kegiatan cek fakta juga menginspirasi berbagai kelompok sosial masyarakat untuk melakukan cek fakta secara mandiri,” pungkasnya.
Menurut catatan MAFINDO, terdapat 1.292 kasus misinformasi/disinformasi atau hoaks terkait pemilu 2024. Jumlah itu meningkat sekitar 2 kali lipat dibanding pemilu 2019. Hoaks beredar melalui platform seperti youtube, facebook, tiktok, twitter (X), whatsapp, dan Instagram yang menjadi platform social media yang banyak digunakan oleh pengguna internet di Indonesia.